Apel Busuk


Karya: Safira Zahratun Nisa

Hal yang paling aku sukai di dunia ini adalah sekolah. Mungkin aku memang terdengar aneh, tapi sungguh sekolah adalah tempat terbaik yang pernah aku temui. Namun semua itu berubah 180 derajat semenjak satu tahun terakhir. Sebuah insiden yang membuatku terjebak di bangunan tua bertuliskan rumah sakit jiwa. Insiden besar yang tidak akan pernah aku lupakan. 

Semua ini dimulai pada hari pertamaku bersekolah di salah satu SMA ternama di sebuah kota besar. Orang tuaku yang workaholic membuatku dan kakakku harus mengikuti mereka bekerja di berbagai kota yang berbeda. Segalanya berjalan cukup baik. Aku bahkan bertemu dan juga satu sekolah dengan sahabat lamaku. Kami bertemu 2 tahun lalu ketika aku dan keluargaku pertama kali menginjakkan kaki di kota ini. Aku bersyukur bisa bertemu dengannya lagi di kota ini. Dia adalah gadis yang sangat cantik dan periang, sungguh dia terlihat sangat sempurna. 

Hari pertamaku di SMA ini berjalan dengan sangat baik. Dia menarikku untuk berkeliling sekolah dan memperkenalkanku kepada semua orang. “Semuanya! Perkenalkan dia adalah sahabatku dari kota yang sangat jauh. Ini adalah hari pertamanya di sini, aku harap kalian memperlakukannya dengan sangat baik!” Semua orang menyambutku dengan penuh senyuman dan sanjungan. Sekilas mereka terlihat seperti dayang-dayang yang mematuhi perintah ratunya. Bagaimana tidak? Dia cantik, pintar, ramah, dan sangat sempurna. Semua orang pasti memujanya. 

Waktu terus berlalu dan hubungan persahabatan kami semakin erat. Bahkan semua orang mengatakan kami terlihat seperti anak kembar. Entahlah padahal aku tidak merasa dia mirip denganku. Semua orang juga memperlakukanku sama seperti dirinya. Seperti petinggi yang haus akan pujian, mereka terus memuji kami tanpa henti. Tapi aku tahu, mereka hanya membual karena dia adalah seorang primadona, jelas tidak ada seorang pun yang berani menginjaknya. Yang ada mereka justru berebut untuk mendekatinya. Itulah mengapa aku merasa sangat beruntung memiliki sahabat sepertinya. 

Hingga pada suatu hari, suasana di sekolah terasa berubah. Tidak ada seorang pun yang menyapaku. Mereka justru menatapku dengan tatapan tidak suka. Entah apa yang sudah terjadi, aku tidak terlalu memperdulikannya. Aku pikir hari itu semua orang memang sedang memiliki hari yang buruk. Tapi ternyata dugaan itu salah. Justru hari itu adalah awal mula dari segala mimpi buruk yang aku alami. 

Hanya dalam semalam, semua orang berubah. Mereka membenciku. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Semua orang mulai berbicara buruk tentangku. Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa semua orang jadi seperti ini? Apa aku membuat kesalahan? Apa yang harus aku lakukan? Sayup-sayup aku mendengar ucapan mereka.
“Lihatlah! dia bahkan masih berani datang ke sini!”
“Apa dia tidak punya malu?”
“Aku dengar dia berkali-kali pindah sekolah bukan karena pekerjaan orang tuanya, melainkan karena dia membuat masalah hingga dikeluarkan dari sekolah.”
“Masalah apa?”
“Entahlah, dari yang aku dengar dia sempat berkelahi dengan temannya sendiri hingga temannya masuk rumah sakit.”
“Benarkah? Dia pikir siapa dia? Dia bahkan tidak secantik primadona kita.”

Aku tidak tahu siapa yang mengatakannya. Dengan kepala yang terus tertunduk, aku berjalan cepat melewati koridor sekolah yang sudah mulai ramai. Aku berlari mengitari sekolah bagaikan orang gila. Dimana dia? Mengapa dia harus menghilang di saat seperti ini?

Setelah lama mencari ke sana kemari, aku menghentikan langkahku di depan sebuah ruangan bertuliskan perpustakaan. Perlahan aku mengarahkan tanganku ke arah gagang pintu dan mulai membuka pintu tersebut. Aku mulai berjalan perlahan mengitari rak buku yang berjajar. Hingga sampai di sudut ruangan tersebut aku menemukan sesuatu. Itu dia! Dia menatapku dengan tatapan tajam. Sebelum akhirnya dia menjambak rambutnya sendiri dan berteriak sangat keras. “AAAAA LEPASKANN!!!!” 

Selang beberapa detik berlalu, semua orang mulai berlari memasuki perpustakaan. “Tolong… dia… menjambak rambutku….” Gadis itu menangis. Apa ini? Apa yang terjadi? Kenapa jadi seperti ini? Otakku masih belum bisa mencerna kejadian ini. PLAAKK… Seseorang menamparku cukup keras. Tubuhku tersungkur di lantai perpustakaan dan seketika itu juga semua orang mulai menginjak-injak tubuhku. Perlahan tubuhku mulai terasa lemas dan kesadaranku mulai hilang. Aku pingsan disaat itu juga.

Aku pikir kejadian itu hanyalah sebuah kesalahpahaman biasa dan akan menghilang seiring berjalannya waktu. Nyatanya semua itu justru menjadi semakin serius. Awalnya mereka hanya mengejek, menampar, menjambak, dan menendangku. Aku diam di saat mereka melakukannya, tapi diamku justru membuat mereka melakukan hal lebih. Mereka mengunciku di toilet selama jam pembelajaran, menyobek-nyobek buku pelajaranku, menyiramku menggunakan air bekas pel, dan masih banyak lagi. Aku berusaha menahan diri. Jika aku melaporkannya, aku takut hal itu hanya akan menjadi bumerang untukku. Melihat semua orang membelanya membuatku mengurungkan niat untuk melaporkannya. 

Berbulan-bulan aku mencoba untuk bertahan. Aku pikir aku bisa bertahan setidaknya sampai orang tuaku pindah ke kota lain. Sayangnya nasib tidak berpihak kepadaku. Orangtuaku akan bekerja di kota ini setidaknya selama 3 tahun. Tidak… Aku tidak bisa menahannya lagi. Aku memutuskan untuk mengurung diri dikamar. Aku bisa mendengar teriakan orang tuaku di balik pintu. Mereka marah dan berteriak karena aku mengurung diri dikamar. Aku tidak peduli dengan teriakan itu. Mereka tidak tahu apa yang aku alami di sekolah. Mereka tidak tahu apa pun tentangku. 

Seminggu berlalu. Samar-samar aku mendengar suara ayahku yang sedang berusaha untuk mendobrak pintu kamarku. Tubuhku sudah terkulai lemas di atas kasur. Satu minggu tanpa makanan dan minuman membuatku kehilangan seluruh energiku. Detik berikutnya aku sudah tidak mengingat apapun. Aku pingsan untuk yang kedua kalinya. 

Aku mulai mengerjapkan mataku. Aku memfokuskan pandanganku ke sudut ruangan. Seorang wanita berumur 40 tahunan sedang terduduk dan menangis. Perlahan wanita itu mulai menghapus air matanya dan menatapku. “Kau sudah bangun? Apa yang terjadi? Kenapa kau menyembunyikannya dari ibu? Lihatlah apa yang sudah mereka lakukan padamu…. Maafkan ibu…. Maaf ibu tidak pernah memperhatikanmu dan selalu mementingkan kakakmu… Ibu berjanji… Ibu akan lebih memperhatikanmu lagi.” Wanita itu tersenyum dan mengusap keningku pelan. “Bisakah ibu keluar sebentar? Aku ingin sendiri…”

Waktu berjalan begitu cepat. Setelah kondisiku membaik bukannya pulang ke rumah, orang tuaku justru merujukku ke rumah sakit jiwa. Hahaha apa aku sudah gila? Mengapa mereka membawaku ke sini? Aku tidak gila! Mereka lah yang membuatku seperti ini!

Berbulan-bulan aku menghabiskan waktu di bangsal rumah sakit. Hanya tidur, makan, dan membuat beberapa kerajinan. Kondisi mentalku sudah mulai stabil. Dokter bilang aku sudah bisa pulang jika aku mau. Tentu saja aku segera mengemasi barang-barangku. 

Lusa aku akan pergi meninggalkan bangsal tua ini. Aku kira semua akan baik-baik saja. Tapi nyatanya seorang tamu tak diundang datang ke bangsalku hari ini. Dia datang! Entah apa yang membuatnya berani datang ke tempat ini. Dia berdiri menghadap ke arahku yang sedang berada di atas ranjang. Dia menunduk dan butiran air mulai menetes dari matanya. “Maaf… Maaf… Aku tidak bermaksud membuatmu jadi seperti ini…”. Aku terdiam. Apa ini? Dia datang dan meminta maaf kepadaku begitu saja? Setelah apa yang dia lakukan selama ini?

“Mengapa kau melakukannya?” Aku melontarkan pertanyaan tersebut. Dia terdiam sebentar. Bibirnya mulai terasa kaku. Dia bingung harus menjelaskannya dari mana. “Aku terpaksa melakukannya… Aku iri padamu… Kamu memiliki keluarga yang kaya dan keluargamu sangat menyayangimu. Anak-anak di sekolah juga selalu mengagumimu. Kamu cantik dan pintar. Semua orang menyukaimu. Aku mulai terlupakan… Semua orang berhenti melirikku… Karena itu aku mulai menyebarkan berita-berita buruk tentangmu kepada mereka. Agar mereka menjauhimu.” Gadis itu bersujud di bawah kakiku. Aku bisa merasakan air matanya membasahi kakiku. Entah apakah dia benar-benar menyesali perbuatannya atau tidak, tapi yang jelas perlakuannya tidak bisa dimaafkan. 

“Kau tidak tahu apa pun tentang hidupku! Keluargaku memang kaya, tapi orang tuaku tidak pernah berada di rumah! Mereka sibuk dengan pekerjaan mereka! Mereka juga lebih menyayangi kakakku! Hanya karena ia anak laki-laki pertama di keluargaku, ia merebut seluruh perhatian keluargaku! Kau tidak tahu apa-apa tentang keluargaku. Kau tidak lebih dari sekedar buah apel yang busuk di film snow white. Kau menipu semua orang dengan paras cantikmu. Dan dengan bodohnya aku justru percaya dengan permainan busukmu. Kau pikir kata maaf bisa mengembalikan segalanya? Pergi dari sini! Aku tidak akan pernah memaafkanmu!” Ucapku lirih. Jujur aku sangat kecewa dengannya.

Detik berikutnya dia keluar dengan langkah yang lemah dan juga air mata yang masih menetes. Dia menyesalinya. Dia menyesal telah menjatuhkan sahabatnya sendiri hingga sahabatnya tidak mau memaafkannya. Tapi mau bagaimana lagi? Itu sudah takdir. 

Seiring berjalannya waktu, kondisiku semakin buruk. Ingatan buruk itu kembali. Mimpi buruk itu kembali. Dan disinilah aku berada. Masih ditempat yang sama. Rumah sakit jiwa. Dokter itu menarik ucapannya kembali. Aku tidak akan pulang lusa. Apa aku akan selamanya berada di sini? Tidak ada yang tahu. Aku melewati hari-hariku di sini seperti hari-hari sebelumnya. Tidur, makan, dan membuat karya. Seperti saat ini, aku sedang menulis cerita hidupku di sebuah buku yang suster berikan. Aku mulai menerima semuanya. Jika memang hidupku berakhir di sini maka biarlah. Aku sudah tidak peduli. Aku hanya ingin menghabiskan hari-hari ku yang tersisa di sini bersama para suster dan dokter. 

Kita tidak pernah tahu bagaimana kehidupan orang lain. Kehidupan yang terlihat indah belum tentu di baliknya juga indah. Kita tidak pernah tahu pengorbanan apa yang orang tersebut lakukan untuk mendapatkan kebahagiaannya. Terkadang kita justru berucap dengan mudahnya ingin memiliki hidup seperti orang lain. Hanya karena kehidupan orang tersebut lebih indah bukan berarti kita harus memiliki kehidupan yang sama. Semua orang memiliki keindahannya masing-masing. Jangan menjatuhkan dirimu hanya untuk mengurusi kehidupan orang lain. Menjatuhkan orang lain hanya akan membuatmu terlihat bodoh. 

TAMAT 

Post a Comment

0 Comments